PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
NOMOR
2 TAHUN 2014
TENTANG
PENYELENGGARAAN
IZIN GANGGUAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI
LOMBOK TIMUR,
Menimbang : a. bahwa
dalam rangka menjamin terwujudnya iklim usaha yang kondusif, kepastian
berusaha, melindungi kepentingan umum dan mewujudkan pembangunan yang
berwawasan lingkungan, diperlukan upaya antisipatif terhadap timbulnya gangguan
yang diakibatkan dari penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
b.
bahwa
izin gangguan merupakan sarana pembinaan, pengawasan dan pengendalian serta
perlindungan terhadap timbulnya bahaya kerugian dan/atau gangguan lingkungan
dalam melakukan usaha dan/atau kegiatan;
c.
bahwa
penyelenggaraan izin gangguan di Kabupaten Lombok Timur belum diatur dalam
bentuk Peraturan Daerah, sebagaimana ketentuan yang dipersyaratkan dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin
Gangguan di Daerah, menyebutkan bahwa Izin Gangguan diatur dalam Peraturan
Daerah;
d.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Izin Gangguan;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Gangguan (Hinderordonantie), Staatsblad 1926:226
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatblad 1940; 450);
3. Undang-Undang Nomor
69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah–daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah–daerah Tingkat I
Bali, Nusa Teggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1959 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1655);
4. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6. Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
8.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);
11.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009
tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah;
12.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup;
13.
Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4 Tahun 2007 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum (Lembaran Daerah
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4);
14.
Peraturan Daerah
Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang
Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Lombok Timur
(Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 1);
15.
Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok
Timur Tahun 2008 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Lombok Timur Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Lombok
Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2009 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 10);
16.
Peraturan
Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Lombok Timur Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2);
17.
Peraturan
Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 8 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Lombok Timur Nomor 8);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
dan
BUPATI LOMBOK TIMUR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud
dengan :
1.
Daerah
adalah Kabupaten Lombok Timur.
2.
Pemerintah
Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Timur sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3.
Bupati
adalah Bupati Lombok Timur.
4.
Badan
Pelayanan Perizinan
Terpadu yang selanjutnya disingkat BPPT atau sebutan lainnya adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
yang mempunyai wewenang, tugas, dan tanggung jawab di bidang perijinan di
Kabupaten Lombok Timur.
5.
Inspektorat
adalah Inspektorat Kabupaten Lombok Timur yang mempunyai tugas dan fungsi di
bidang pengawasan.
6.
Gangguan
adalah segala perbuatan dan/atau kondisi yang dapat mengganggu kesehatan,
keselamatan, ketentraman dan/atau kesejahteraan terhadap kepentingan umum
secara terus-menerus.
7.
Izin
Gangguan yang selanjutnya disebut izin adalah pemberian izin tempat
usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat
menimbulkan kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang
ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
8.
Penyelenggaraan
izin gangguan adalah serangkaian proses dalam pemberian izin usaha/kegiatan
yang diwajibkan memiliki izin, kriteria gangguan, persyaratan izin dan batasan
waktu pemberian izin.
9.
Badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
10. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya
disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal.
11. Pemeriksaan lapangan adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan oleh tim teknis di
lokasi tempat usaha/kegiatan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perizinan dan dituangkan dalam bentuk Berita Acara.
12. Pembinaan adalah upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah untuk mewujudkan penyelenggaraan izin
gangguan yang efektif dan efisien.
13. Pengawasan adalah proses kegiatan yang
ditujukan untuk menjamin agar penyelenggaraan izin gangguan berjalan secara efektif dan efisien
sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
II
RUANG
LINGKUP
Pasal
2
Materi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini
memuat :
a.
kriteria
gangguan;
b.
persyaratan
izin gangguan;
c.
kewenangan
pemberian izin;
d.
penyelenggaran
perizinan;
e.
retribusi
izin;
f.
peranserta
masyarakat;
g.
pembinaan
dan pengawasan; dan
h.
jenis
dan dasar pengenaan sanksi.
BAB
III
KRITERIA
GANGGUAN
Pasal
3
(1)
Kriteria
Gangguan dalam penetapan izin terdiri dari :
a.
lingkungan;
b.
sosial
kemasyarakatan; dan
c.
ekonomi.
(2)
Gangguan
terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi gangguan
terhadap fungsi :
a.
tanah;
b.
air
tanah;
c.
sungai;
d.
laut;
e.
udara;
dan
f.
gangguan
yang bersumber dari getaran dan/atau kebisingan.
(3)
Gangguan
terhadap sosial kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi terjadinya ancaman kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum.
(4)
Gangguan
terhadap ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi ancaman terhadap
:
a.
penurunan
produksi usaha masyarakat sekitar; dan/atau
b.
penurunan
nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar lokasi
usaha.
Pasal
4
(1)
Kriteria
gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi :
a.
gangguan
suara;
b.
gangguan
bau;
c.
gangguan
air buangan/limbah;
d.
gangguan
kotoran;
e.
gangguan
asap;
f.
gangguan
getaran;
g.
gangguan
kebisingan;
h.
gangguan radiasi;
i.
ancaman penurunan ekonomi
masyarakat;
j.
ancaman
akibat bahaya kebakaran;
k.
ancaman
terhadap keselamatan jiwa manusia; dan
l.
ancaman
terhadap moral, kebudayaan dan kepribadian Bangsa Indonesia.
(2)
Kriteria
gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan berdasarkan indeks
luas ruang tempat usaha, indeks lokasi, dan indeks gangguan.
BAB
IV
PERSYARATAN
IZIN
Pasal
5
(1) Setiap
orang atau badan yang melaksanakan kegiatan usaha dan atau/kegiatan di Daerah, wajib memiliki izin gangguan.
(2)
Untuk
memperoleh izin gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemohon
menyampaikan permohonan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk dengan dilampiri persyaratan
:
a.
mengisi
formulir permohonan izin;
b.
melampirkan
fotokopi KTP pemohon bagi usaha perorangan
atau fotokopi akta pendirian usaha bagi yang berbadan hukum;
c.
melampirkan
fotokopi status/bukti kepemilikan tanah lokasi
usaha/kegiatan;
d.
melampirkan
surat pernyataan kerelaan dari pemilik tanah dan/atau bangunan apabila tanah
dan/atau bangunan bukan milik sendiri;
e.
melampirkan surat pernyatan tertulis tidak keberatan
dari tetangga sekitar lokasi usaha/kegiatan yang berpotensi terkena dampak
usaha tersebut diketahui Kepala Desa/Lurah setempat;
f.
melampirkan
fotokopi lunas PBB tahun terakhir;
g.
khusus
terhadap kegiatan usaha yang berpotensi minimbulkan pencemaran lingkungan
diwajibkan melengkapi dengan dokumen lingkungan;
h.
surat pernyataan kesanggupan memenuhi/mentaati
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
i.
melampirkan
keterangan domisili perusahaan dari lurah dan Camat bagi permohonan izin baru.
(3)
Formulir
permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a paling sedikit memuat :
a.
nama penanggung jawab usaha/kegiatan;
b.
nama
perusahaan;
c.
alamat
perusahaan;
d.
bidang
usaha/kegiatan;
e.
lokasi
kegiatan;
f.
nomor
telepon perusahaan;
g.
wakil
perusahaan yang dapat dihubungi; dan
h.
ketersediaan
sarana dan prasarana teknis yang diperlukan dalam menjalankan usaha/kegiatan.
BAB V
KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN
Pasal 6
(1)
Pemberian
izin gangguan merupakan kewenangan Bupati.
(2)
Bupati
dapat mendelegasikan wewenang pemberian izin kepada Kepala BPPT atau sebutan lainnya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Pelayanan
izin diselenggarakan dan dikoordinasikan oleh BPPT atau sebutan lainnya.
(4)
BPPT atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam memberikan
pelayanan izin wajib mencantumkan biaya secara jelas, pasti dan terbuka.
(5)
Biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dicantumkan dalam lampiran Keputusan
Pemberian Izin.
(6)
Setiap
penerimaan biaya perizinan yang dibayar oleh pemohon izin wajib disertai bukti
pembayaran.
BAB VI
PENYELENGGARAAN PERIZINAN
Bagian
Kesatu
Jangka Waktu
Pasal 8
Jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan
ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
berkas permohonan dengan lengkap dan benar.
Bagian Kedua
Permohonan Izin Tidak Diterima atau Ditolak
Pasal
9
(1)
Dalam
hal berkas permohonan izin yang diterima oleh pemberi izin kurang atau tidak
lengkap, maka permohonan izin tidak diterima.
(2)
Terhadap
permohonan izin yang tidak diterima dapat diproses kembali perizinannya apabila
seluruh berkas permohonan secara administrasi telah dilengkapi pemohon.
(3)
Dalam
hal berkas permohonan izin yang diterima oleh pemberi izin secara administrasi
telah lengkap tetapi setelah dilakukan pengecekan lapangan diperoleh kebenaran
atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka permohonan ditolak dan proses
perizinannya dihentikan.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Hak Pemberi Izin
Pasal
10
Pemberi izin wajib :
a.
menyusun
persyaratan izin secara lengkap, jelas, terukur, rasional dan terbuka;
b.
memperlakukan
pemohon izin secara adil, pasti dan tidak diskriminatif.
c.
membuka dan memberikan akses informasi kepada masyarakat sebelum izin dikeluarkan;
d. melakukan pemeriksaan dan penilaian teknis di
lapangan;
e. mempertimbangkan peranserta masyarakat
sekitar tempat usaha/kegiatan dalam melakukan pemeriksaan dan penilaian di
lapangan;
f.
memberikan
penjelasan terhadap izin yang belum dipenuhi pemohon;
g.
memberikan
kepastian terhadap izin yang telah memenuhi persyaratan;
h.
memberikan
pelayanan mendasar prinsip pelayanan prima; dan
i.
melakukan
evaluasi pemberian pelayanan secara berkala.
Pasal 11
(1)
Pemeriksaan
dan penilaian teknis di lapangan terhadap berkas permohonan harus mendasarkan
pada analisis kondisi obyektif terhadap ada atau tidaknya gangguan sebagaimana
dimaksud kriteria gangguan dalam Pasal 3.
(2)
Hasil
pemeriksaan dan penilaian teknis di lapangan terhadap berkas permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
(3)
Berita
Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan oleh Kepala BPPT untuk menolak atau menerima permohonan izin.
Pasal 12
Pemberi izin berhak :
a.
meneliti
berkas permohonan izin;
b.
meminta
klarifikasi atas berkas permohonan apabila dipandang perlu;
c.
meminta
kelengkapan persyaratan apabila persyaratan yang dilampirkan kurang lengkap
dan/atau tidak benar;
d.
menyatakan
permohonan yang kurang lengkap dinyatakan tidak diterima;
e.
menolak
berkas permohonan yang tidak benar; dan
f.
meminta
pemohon untuk memenuhi persyaratan teknis berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan.
Bagian Keempat
Kewajiban dan Hak Pemohon
Pasal
13
Pemohon izin wajib :
a.
memenuhi
seluruh persyaratan perizinan;
b.
menjamin
semua dokumen yang diajukan sah dan benar;
c.
membantu
kelancaran proses perizinan;
d.
melaksanakan
seluruh tahapan prosedur perizinan;
e.
melakukan
langkah penanganan gangguan yang muncul atas kegiatan usahanya yang termuat
dalam dokumen izin;
f.
menandatangani
Berita Acara; dan
g.
memasang
dokumen izin di lokasi usaha/kegiatan.
Pasal 14
Pemohon izin mempunyai hak :
a.
mendapatkan
pelayanan berkualitas sesuai asas dan tujuan pelayanan serta SPM yang telah
ditentukan;
b.
mendapatkan
kemudahan informasi tentang mekanisme dan prosedur perizinan;
c.
memberikan
saran perbaikan pelayanan;
d.
mendapatkan
pelayanan yang tidak diskriminatif;
Bagian Kelima
Larangan
Pasal 15
Pemberi izin dilarang :
a. meninggalkan tempat tugasnya sehingga menyebabkan
pelayanan terganggu;
b. menerima pemberian uang atau barang yang berkaitan
dengan pelayanan yang diberikan;
c. membocorkan
rahasia atau dokumen
yang menurut peraturan
perundang-undangan wajib
dirahasiakan;
d. menyalahgunakan pemanfaatan sarana-prasarana
pelayanan;
e. memberikan informasi yang menyesatkan; dan
f.
menyimpang dari prosedur yang sudah ditetapkan.
Pasal 16
Pemohon izin dilarang :
g.
memberikan
uang dan/atau barang kepada petugas di luar ketentuan yang berlaku;
h.
melakukan
usaha atau kegiatan yang melanggar kesusilaan, norma, kepentingan umum dan
ketentuan perundang-undangan;
i.
melakukan
usaha atau kegiatan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan; dan
j.
memalsukan
keterangan dan/atau dokumen persyaratan perizinan.
Bagian Keenam
Kegiatan dan/atau Usaha yang Tidak Wajib Izin
Pasal
17
Setiap kegiatan usaha wajib memiliki izin, kecuali :
a.
kegiatan
yang berlokasi di dalam Kawasan Industri, Kawasan Berikat, dan Kawasan Ekonomi
Khusus;
b.
Kegiatan
yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah memiliki izin
gangguan;
c.
Usaha
mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil yang
dampak kegiatan usahanya tidak keluar dari bangunan atau persil.
Bagian Ketujuh
Masa Berlaku, Perubahan dan Pencabutan Izin
Pasal
18
(1)
Izin
Gangguan berlaku selama perusahaan melakukan usahanya dan wajib melaksanakan
daftar ulang.
(2)
Daftar
ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun
sekali, dan harus diajukan dalam waktu 1 (satu) bulan sebelum batas waktu
daftar ulang berakhir.
(3)
Izin
Gangguan dinyatakan tidak berlaku, apabila :
a.
pemegang
izin menghentikan usahanya;
b.
pemegang
izin mengubah/menambah jenis usahanya tanpa mengajukan perubahan kepada Bupati;
c.
dihentikan
usahanya karena melanggar peraturan perundang-undangan;
d.
terdapat
cacat hukum karena syarat atau prosedur yang didasarkan pada keterangan yang
menyesatkan; dan/atau
e.
perubahan
peruntukan atau fungsi lokasi yang dilarang untuk kegiatan usaha.
Pasal 19
(1)
Setiap
pelaku usaha wajib mengajukan permohonan perubahan dalam hal melakukan
perubahan yang berdampak pada peningkatan gangguan dari sebelumnya sebagai
akibat dari :
a.
perubahan
sarana usaha;
b.
penambahan
kapasitas usaha;
c.
perluasan
lahan dan bangunan usaha; dan/atau
d.
perubahan
waktu atau durasi operasi usaha.
(2)
Dalam
hal terjadi perubahan penggunaan ruang di sekitar lokasi usahanya setelah
diterbitkan izin, pelaku usaha tidak wajib mengajukan perubahan permohonan
perubahan izin.
(3)
Dalam
hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh pelaku
usaha, Pemerintah Daerah dapat mencabut izin usaha.
BAB VII
RETRIBUSI IZIN
Pasal
20
(1)
Setiap
pelayanan pemberian izin gangguan dikenakan retribusi.
(2)
Retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.
BAB VIII
PERANSERTA MASYARAKAT
Pasal
21
(1)
Dalam
setiap tahapan dan waktu penyelenggaraan perizinan, masyarakat berhak
mendapatkan akses informasi dan akses partisipasi.
(2)
Akses
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.
tahapan
dan waktu dalam proses pengembalian keputusan pemberian izin; dan
b.
rencana
kegiatan dan/atau usaha dan perkiraan dampaknya terhadap lingkungan dan
masyarakat.
(3)
Akses
partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengajuan pengaduan
atas keberatan atau pelanggaran perizinan dan/atau kerugian akibat kegiatan
dan/atau usaha.
(4)
Pemberian
akses partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan mulai dari
proses pemberian perizinan atau setelah perizinan dikeluarkan.
(5)
Pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diterima jika berdasarkan pada fakta
atas ada atau tidaknya gangguan yang ditimbulkan dari kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(6)
Pengajuan
atas keberatan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal
22
(1)
Pemerintah
Daerah berkewajiban melakukan pembinaan dalam penyelenggaraan izin gangguan, meliputi
pengembangan sistem, teknologi, sumber daya manusia, dan jaringan kerja.
(2)
Pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a.
koordinasi
secara berkala;
b.
pemberian
bimbingan, supervisi, konsultasi;
c.
pendidikan,
pelatihan, pemagangan; dan
d.
perencanaan,
penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelayanan
perizinan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal
23
(1)
Pengawasan
dilaksanakan terhadap proses pemberian izin dan pelaksanaan izin.
(2)
Pengawasan
terhadap proses pemberian izin secara fungsional dilakukan oleh Inspektorat.
(3)
Pengawasan terhadap pelaksanaan izin
dilakukan oleh BPPT atau
sebutan lainnya.
(4)
Dalam
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan izin sebagaimana dimaksud
ayat (3), Bupati dapat membentuk Tim Pengawasan yang
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(5)
Tugas
Tim Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah :
a.
melaksanakan
survei terhadap permohonan izin;
b.
melakukan
pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap ketaatan pemegang izin dalam
melaksanakan ketentuan perizinan; dan
c.
memberikan
peringatan mengenai kewajiban daftar ulang dan kewajiban membayar retribusi.
BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 24
(1)
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang penyelenggaraan izin gangguan
(2)
Wewenang
penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.
menerima,
mencari, mengumpulkan dan
meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana;
b.
meneliti, mencari
dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang
dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana;
c.
meminta
keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana;
d.
memeriksa buku-buku,
catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana;
e.
melakukan penggeledahan
untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan
dokumen-dokumen, serta
melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut;
f.
meminta
bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanan tugas penyidikan tindak pidana;
g.
menyuruh berhenti dan melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat
pemeriksaan identitas orang dan/atau
dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h.
memotret seseorang
yang berkaitan dengan
tindak pidana;
i.
memanggil
orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan
penyidikan; dan
k.
melakukan tindakan lain yang perlu
untuk kelancaran penyidikan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3)
Penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai
dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal
25
Setiap orang atau badan yang melakukan usaha atau
kegiatan usaha yang tidak memiliki izin gangguan diberikan sanksi administratif berupa
teguran tertulis sampai dengan penghentian sementara kegiatan
atau usaha.
Pasal 26
(1)
Dalam
hal pemegang izin tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19
ayat
(1), dikenakan sanksi
adminisratif berupa :
a.
penghentian
sementara kegiatan usaha sampai dengan dilakukan perbaikan adminsitrasi atau
tindakan;
b.
pencabutan
izin; dan/atau
c.
penutupan
usaha atau kegiatan.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB
XII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 27
(1)
Setiap
orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 16
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah).
(2)
Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
28
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, izin
yang telah diterbitkan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu
izin.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
29
Peraturan pelaksanaan atas Peraturan
Daerah ini, ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkan Peraturan
Daerah ini.
Pasal 30
Peraturan
Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Lombok Timur.
Ditetapkan
di Selong
pada
tanggal 7 Juni 2014
BUPATI LOMBOK TIMUR,
Ttd
MOCH
ALI BIN DACHLAN
Diundangkan di Selong
pada tanggal 9 Juni 2014
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN LOMBOK TIMUR,
Ttd
ROHMAN FARLY
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR TAHUN 2014 NOMOR 2
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN
HUKUM SETDA
KABUPATEN LOMBOK TIMUR,
LALU DHEDI
KUSMANA, SH.,MH.
NIP. 19760229 200003 1 002
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
NOMOR 2 TAHUN 2014
TENTANG
PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN
I.
UMUM
Kegiatan
pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup, sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi
penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup akan
merupakan beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus
menanggung biaya pemulihannya.
Di
samping itu, dalam
rangka menjamin terwujudnya iklim usaha yang kondusif, kepastian berusaha,
melindungi kepentingan umum dan mewujudkan pembangunan yang berwawasan
lingkungan, maka peran Pemerintah Daerah mutlak diperlukan sebagai upaya
antisipatif terhadap timbulnya gangguan yang diakibatkan dari penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan.
Izin Gangguan sebagai sarana pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada
orang pribadi atau badan dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan kerugian dan
gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang ditentukan oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah.
Pembentukan
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Izin Gangguan selain untuk menjalankan
amanat Pasal 23 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 yang
mengharuskan pembentukan Perda tentang Penyelenggaraan Izin Gangguan paling
lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri, juga sebagai
payung hukum dalam penerbitan izin gangguan di Kabupaten Lombok Timur, karena
secara empiris sejak terbentuknya Kabupaten Lombok Timur pengaturan mengenai
izin gangguan di daerah belum dibentuk dalam sebuah Peraturan Daerah. Secara
garis besar, Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Izin Gangguan ini
mengatur materi antara lain : 1) kriteria gangguan; 2) persyaratan gangguan; 3) kewenangan pemberian izin; 4) penyelenggaran perizinan; 5) retribusi izin; 6) peran masyarakat; 7) pembinaan dan pengawasan; dan 8) jenis dan dasar pengenaan sanksi.
II.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
-
Kriteria
gangguan diklasifikasikan berdasarkan indeks luas ruang tempat usaha, indeks
lokasi, dan indeks gangguan. Besarnya Nilai Indeks ditentukan berdasarkan peruntukan lokasi. Klasifikasi penentuan
besarnya nilai faktor Indeks Lokasi dan Indeks Gangguan ditetapkan oleh
Bupati.
-
Besarnya
Indeks Lokasi adalah 1 sampai dengan 3, dengan ketentuan :
a.
Indeks 1 : untuk tempat
usaha/kegiatan yang lokasinya berada dalam tempat yang dikhususkan untuk melakukan kegiatan
perdagangan di kawasan perdagangan, kegiatan Indeks Khusus dalam kawasan
industri dan berada jauh dari pemukiman penduduk;
b.
Indeks 2 : untuk
tempat/kegiatan yang lokasinya tidak pada tempat yang telah
dikhususkan/ditentukan berada pada pemukiman penduduk;
c.
Indeks 3 : untuk
tempat usaha/kegiatan yang lokasinya bukan ditentukan/ dikhususkan tetapi
berada pada pemukiman padat penduduk
-
Besarnya
Indeks Gangguan adalah 1 sampai dengan
4, dengan ketentuan :
a. Indeks 1 : untuk tempat usaha/kegiatan yang tingkat
pencemarannya sangat rendah;
b. Indeks 2 : untuk tempat usaha/kegiatan yang tingkat
pencemarannya rendah;
c. Indeks 3 : untuk tempat usaha/kegiatan yang tingkat
pencemarannya sedang;
d. Indeks 4 : untuk tempat usaha/kegiatan yang tingkat
pencemarannya tinggi;
Pasal 5
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
a.
Cukup jelas
b.
Cukup jelas
c.
Cukup jelas
d.
Cukup jelas
e.
surat pernyatan tertulis tidak keberatan dari tetangga sekitar
lokasi usaha/kegiatan yang berpotensi terkena dampak usaha yang diketahui Kepala Desa/Lurah setempat dikhususkan kepada
usaha yang mempunyai dampak lingkungan yang besar. Sedangkan untuk usaha kios,
toko yang tidak berdampak lingkungan, surat pernyataan tertulis ini tidak
dilampirkan.
f.
Cukup jelas
g.
Cukup jelas
h.
Cukup jelas
i.
Cukup jelas
Ayat (1)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
a. Cukup jelas
b. Cukup jelas
c. membuka
dan memberikan akses informasi kepada masyarakat sebelum izin dikeluarkan adalah berupa
informasi melalui situs internet, papan pengumuman, media massa.
d. Cukup jelas
e. Cukup jelas
f. Cukup jelas
g. Cukup jelas
h. Cukup jelas
i. Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
a. Yang dimaksud pemegang izin menghentikan usahanya adalah ketika
pengusaha tersebut melaporkan kepada instansi yang mengeluarkan izin bahwa
pengusaha tersebut sudah menghentikan usahanya untuk menghindari adanya
pembayaran dari pajak terhutang yang harus ditanggungnya disamping retribusi
yang dikenakan padanya akibat kegiatan usahanya.
b. Cukup jelas
c. Cukup jelas
d. Cukup jelas
e. perubahan peruntukan atau fungsi lokasi yang
dilarang untuk kegiatan usaha adalah apabila lokasi tempat melakukan
usaha tersebut, menurut perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Timur
sudah tidak sesuai maka izin gangguan sebagaimana dimaksud sudah tidak
berlaku.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Cukup
jelas
Ayat (4)
Tim Pengawasan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati adalah Tim
Pengawasan yang melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan izin yang semestinya dilakukan oleh BPPT atau sebutan lainnya, namun karena dibutuhkan tingkat
pengawasan yang sifatnya lebih intensif dan optimal serta melibatkan semua
unsur SKPD terkait maka diperlukan
pembentukan Tim Pengawasan yang sinergis.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2